Jumat, 18 November 2011

venomena ulat bulu


Penduduk yang berdomisili di perkotaan memiliki kebutuhan yang beragam untuk memenuhi hasrat hidup mereka, terutama kebutuhan manusia akan pangan. Saat ini, beraneka makanan tersedia begitu rupa di setiap sudut badan jalan di perkotaan. Restoran dan warung-warung makan menyediakan begitu ragam masakan, termasuk juga toko maupun kios yang menyediakan makanan ringan maupun cepat saji untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Tersedia beraneka-ragamnya makanan menandakan tingginya pemanfaatan sumber daya alam kita. Walaupun pertambahan jumlah penduduk semakin meningkat, tetap saja kebutuhan penduduk masih dapat dipasok. Keadaan demikian sebenarnya memiliki tendensi untuk menurunkan kualitas lingkungan. Mengapa? Pertanyaan ini nanti akan dijawab dalam tulisan ini.
Jawaban atas pertanyaan di atas, diawali dengan sebuah pemahaman bahwa maraknya pembukaan lahan untuk pembudidayaan tanaman monokultur bagi sebagian sektor, misalnya sektor perkebunan maupun pertanian pada dasarnya menghadirkan makanan bagi kebutuhan manusia. Jumlah penduduk yang besar dan pertumbuhan ekonomi yang meningkat tentunya membutuhkan suplai makanan dari pedesaan atau daerah di pinggir kota. Jadi dengan tingginya permintaan untuk sektor pangan, mengakibatkan banyak lahan akan dialih-fungsikan menjadi lahan pertanian maupun lahan perkebunan. Fungsi hutan yang semula menyimpan keanekaragaman hayati, digantikan oleh tanaman monokultur sehingga cenderung membentuk keseragaman.
Dapat diketahui bahwa ekosistem hutan memiliki jalur makan-memakan yang relatif kompleks, yang menggambarkan bagaimana materi itu mengalami siklus dan aliran energi dalam ekosistem tersebut. Hutan terisi berbagai macam makhluk biologis yang mengisi ekosistem tersebut dengan jenis-jenis interaksi yang berlaku di dalamnya. Jika dibandingkan dengan ekosistem hutan, ekosistem persawahan relatif lebih sederhana, di sawah proses makan-memakan mungkin tidak serumit yang terjadi di ekosistem hutan, karena organisme-organisme yang menghuni ekosistem ini tidak terlalu beragam. Menurut ilmu pengetahuan yang kita peroleh di bangku sekolah, organisme-organisme yang menghuni ekosistem sawah terdiri atas padi, tikus, belalang, ular, ayam, elang dan yang lainnya. Bagaimana rantai makanan yang terjadi dalam ekosistem ini? Padi akan dimakan oleh tikus, lalu tikus itu akan dimakan oleh ular sawah, kemudian ular mati, lalu tubuhnya akan diuraikan oleh pengurai baik itu bakteri maupun fungi.
http://alansabuna.files.wordpress.com/2011/05/rantai-makanan-sawah1.jpg?w=264&h=300
Gambar 1. Salah satu contoh rantai makanan di ekosistem persawahan
 Muncul pertanyaan selanjutnya, apa kecenderungannya jika salah satu populasi dari organisme-organisme yang terlibat dalam ekosistem tersebut mati atau jumlah populasinya di bawah rata-rata? Dapat diduga aliran energi dan siklus materi akan terganggu. Kasus yang sering terjadi di wilayah perkebunan, persawahan, adalah munculnya hama pengganggu. Hama memang sangat merisaukan petani, gagal panen bisa dialami akibat gangguan hama ini. Pertanyaannya mengapa hama bisa tumbuh pesat jumlahnya diluar kendali? Hama dapat bertumbuh dengan pesatnya dipengaruhi oleh karena ketiadaan kompetitor atau pemangsa.
Kemanakah kompetitor maupun pemangsa dari hama tersebut, matikah? Dugaan saya mengatakan bahwa kompetitor atau pemangsa itu mati akibat ulah manusia juga yang tanpa dia sadari telah merusak habitat organisme tersebut, sehingga tentunya berdampak terhadap sulitnya memperoleh makanan, dan tidak menentunya lingkungan pertumbuhan mereka. Pemberian pestisida kemungkinan tidak hanya menghambat pertumbuhan hama pada tanaman, tetapi dicurigai mampu membunuh organisme yang berada di permukaan tanah ataupun dalam tanah, karena pestisida dapat mencemari tanah pertanian tersebut jika diberikan dalam kapasitas besar atau pengaruh hujan yang turun menyebabkan pestisida pada dedaunan menurut gaya gravitasi yang kita pahami, akan jatuh ke tanah.
Menurunnya populasi para predator dan kompetitor dipicu oleh sikap apatis manusia, manusia cenderung tidak peduli, baik secara langsung maupun tidak langsung, aktivitas manusia ternyata merusakkan lingkungan yang akhirnya dapat mengganggu keseimbangan lingkungan.
Meledaknya populasi ulat bulu ternyata menyebabkan rusaknya banyak tanaman yang dibudidayakan masyarakat, sehingga merugikan banyak petani, dimana menurunkan jumlah panen mereka. Dominasi ulat bulu di tempat tertentu merupakan masalah yang jika ditarik ulur masalahnya, ternyata terletak pada faktor tingginya kebutuhan manusia. Semakin kita menciptakan lahan pertanian yang sifatnya monokultur, semakin tinggi pula peluang terjadinya kepunahan tanaman tersebut dan munculnya organisme yang dominan tanpa ada kompetitor maupun predatornya. Dunia diciptakan begitu sederhana, padahal keragaman mampu menyediakan begitu besar kebutuhan manusia.
Kasus ini mau meningatkan bahwa kita adalah bagian dari suatu sistem ekologi, kita pun terlibat untuk menjaga dan menentukan sifat lingkungan sekitar. Populasi manusia bukanlah ciptaan Tuhan yang berhak menguasai dan mengendalikan ekosistem semaunya sehingga organisme lain bergantung dari keberadaan populasi manusia, tetapi sebenarnya tanpa manusia pun kehidupan di bumi ini dapat berjalan dengan semestinya. Artinya manusia harus secara arif dan bijaksana memanfaatkan sumber daya alam yang ada dengan memperhatikan keseimbangan lingkungan, agar keberlangsungan kehidupan manusia dapat berjalan dengan semestinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar